MUHKAM DAN MUTASYABIH
MUHKAM DAN MUTASYABIH
A. Pendahuluan
Pada masa-masa
permulaan turunnya, Al-Qur’an lebih banyak dihafal dan dipahami oleh para
sahabat nabi saw. Sehingga kemudian tidak ada alternatif lain bagi para sahabat kecuali menulisnya.
Apabila tidak dituliskan, maka mutiara yang bernilai demikian luhur
dikhawatirkan akan bercampur dengan hal-hal lain yang tidak diperlukan.
Sehingga, firman Ilahi yang mengiringi kehidupan umat Islam (dan juga seluruh
umat manusia) telah tersedia dalam bentuk tertulis, bahkan berbentuk sebuah
kitab.
Oleh sebab itu,
tidak dapat dihindari jika kemudian berkembang ilmu pengetahuan tentang
Al-Qur’an yang tidak lain tujuannya untuk mempermudah dalam memahaminya. Salah
satu ilmu pengetahuan tentang Alquran adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, biasa
diartikan sebagai ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan
mutasyabihat.
Adapun ilmu yang
mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah Ilmu Muhkam wa al-Mutasyabih. Ilmu ini
di latar belakangi oleh adanya perbedaan pendapat ulama tentang adanya hubungan ayat
atau surat yang lain. Sementara yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an
ada ayat atau surat yang tidak berhubungan, di sebabkan pendapat ini, maka
suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-Qur’an cukup penting kedudukannya.
Sementara itu muhkam dan mutasyabih adalah Sebuah kajian yang sering
menimbulkan kontroversial dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an, karena perbedaan
’interpretasi’ antara ulama mengenai hakikat muhkam dan mutasyabih.
Pembahasan
al-muhkam dan al-mutashabih merupakan pembahasan yang sangat
banyak mengundang pro dan kontra dalam tradisi keilmuan islam. Bahkan
dikarenakan permasalahan ini banyak kelompok yang mengkafirkan kelompok
lainnya.
B. Pembahasan
1.
Pengertian Muhkam Dan
Mutasyabih
Muhkam adalah isim maf’ul dari fi’il
ahkama-yuhkimu yang menurut bahasa diartikan dengan menahan dari goncangan.[1] Kata al-hukm berarti
memutuskan antara dua hal atau perkara. “wa ihkam al-syai” artinya menguatkan, dan
muhkam berarti yang dikokohkan.[2] Ihkam al-kalam
berati menguatkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari berita
yang salah.
Adapun menurut istilah, para ulama
berbeda pendapat dalam mengartikan muhkam. Diantara pendapat-pendapat
itu adalah:[3] Dalil
yang jelas dan tidak mengandung adanya penasakhan (penghapusan). Ayat yang
hanya mengandung satu tafsir saja. Ayat yang bisa dipahami tanpa membutuhkan
rujukan kepada ayat lain. Ulama yang berpendapat dengan pendapat pertama
diantaranya adalah al-Jarjani.[4]
Diantara perbedaan pendapat
tersebut, Ibnu Hazm mengatakan bahwa ada dua pendapat yang paling benar. Yang
pertama yaitu ayat yang maknanya sudah jelas, dapat menghilangkan musykilah dan
kemungkinan-kemungkinan yang ada. Yang kedua adalah ayat yang sudah tersusun
dengan susunan yang bisa dipahami baik itu dengan ditafsirkan ataupun tidak
tanpa adanya perselisihan.[5]
Dapat disimpulkan bahwa ayat muhkam
menurut istilah adalah ayat yang jelas maknanya, dapat dipahami dengan melihat
zhahirnya, tidak mempunyai kemungkinan dihapus hukumnya dan tidak memerlukan
keterangan dari ayat lain untuk memahaminya.
Mutasyabih berasal dari fi’il tasyabaha-yatasyabahu
yang menurut bahasa berarti apa-apa yang saling menyerupai satu sama lain.[6] Untuk al-Qur`an,
penyerupaan itu dalam kesempurnaan, kebagusan, kebaikan dan dalam memberikan
banyak hikmah di dalamnya.[7]
Mutasyabihat
(tunggal, mutasyabihat) berasal dari kata syubbiha yang artinya meragukan,
dalam verbal noun berbentuk jamak artinya adalah tidak tentu atau hal yang
meragukan. Dalam pengertian praktis adalah ayat-ayat al-Qur’an yang artinya
tidak jelas atau belum sepenuhnya disetujui, sehingga terbuka bagi adanya dua
atau lebih penafsiran.[8]
Mutasyabuh
menurut bahasa terambil dari tasyabuh yaitu yang satu diserupakan dengan yang
satu lagi. Syubhah yang berarti keadaan dimana salah satu dari dua hal tidak
dapat dibedakan karena adanya kesamaan
antara keduanya.[9]
Sebagaimana para ulama berbeda
pendapat dalam mengartikan muhkam menurut istilah, mereka juga berbeda pendapat
dalam mengartikan mutasyabih menurut istilah, yaitu:[10] Ayat-ayat yang tidak
diketahui makna yang sebenarnya oleh siapapun kecuali Allah saja. Ayat yang
memiliki banyak tafsiran. Ayat yang tidak bisa dipahami menurut zhahir lafal
sehingga membutuhkan keterangan lain.
Dapat dikatakan bahwa ayat mutasyabih
menurut istilah adalah ayat yang masih diperselisihkan tentang penafsirannya
dan penafsiran ayat yang sesungguhnya hanya Allah Yang Tahu.
2.
Sebab-Sebab Adanya Ayat
Mutasyabihat Dan Macam-Macam Ayat Mutasyabihat
Dikatakan dengan
tegas, bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah swt menjadikan
demikian. Allah membedakan antara ayat-ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat
Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.
Pada garis
besarnya sebab adanya ayat-ayat Mutasyabihat dalam al-Qur’an ialah karena
adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami
umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan
dengan bermacam-macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar
merupakan hal-hal yang pengetahuanya hanya diketahui oleh Allah swt saja.
Adapun adanya
ayat Mutasyabihat dalam al-Qur’an desebabkan 3 (tiga) hal:
A.
Kesamaran Lafal
1)
Kesamaran Lafal Mufrad,
dibagi menjadi 2 (dua) :
a. Kesamaran
lafal Mufrad Gharib (asing)
Contoh : Lafal
dalam ayat 31 surat Abasa: kata Abban (وَأَبًّا) jarang
terdapat dalam al-Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya, ayat
32:
مَتَاعًا لَكُمْ
وَلأنْعَامِكُمْ
Untuk kesenangan
kamu dan binatang-binatang ternakmu. (QS.
‘Abasa: 32)
Sehingga jelas
dimaksud Abban adalah rerumputan.
b. Kesamaran
Lafal Mufrad yang bermakna Ganda. Kata al-Yamin bisa bermakna tangan kanan,
keleluasan atau sumpah.
2)
Kesamaran dalam Lafal
Murakkab
Kesamaran dalam
lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal yang Murakkab terlalu ringkas,
terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang tertib. Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam
lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا
تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
Artinya: “Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas
sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak yatim,
lalu mengapa disuruh kawini wanita yang baik-baik, dua, tiga atau empat.
Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu singkat.
B.
Kesamaran pada Makna Ayat
Kesamaran pada
makna ayat seperti dalam ayat-ayat yang menerangkan sifat-sifat Allah, seperti
sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat-sifat
lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa
kubur, dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan
mereka tidak pernah melihatnya.
C.
Kesamaran pada Lafal dan
Makna Ayat
Seperti, ayat
189 surat al-Baqarah:
وَلَيْسَ
الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ
اتَّقَىٰ
“Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebijakan itu ialah kebijakan orang-orang yang bertakwa”.
Sebab kesamaran
dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi
pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab. Hingga
dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-orang yang bukan termasuk orang
arab. Dan sejatinya ayat ini adalah diperuntukkan untuk orang yang sedang melakukan
ihram baik haji maupun
umrah.
Macam Macam Ayat Mutasyabihat
Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada
tiga macam:[11]
1)
Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat
diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT. Contoh:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ
الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
“Dan pada sisi
Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia
sendiri” (QS. al-An’am : 59)
2)
Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat
diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang
mendalam. Contoh: pencirian mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang
mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
3)
Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat
diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi
orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan.
3.
Pendapat Ulama Mengenai
Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
Dalam al-Qur’an
sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang menjelaskan tentang sifat-sifat
Allah. Contohnya Surah al-Rahman
ayat 27:
وَيَبْقى وَجْهُ رَبِّكَ
ذُو الْجَلاَلِ وَالأِكْرَامِ
Artinya: Dan
kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Atau dalam Surah Taha ayat 5 Allah berfirman:
الرَّحْمنُ عَلَى
الْعَرْشِ اسْـتَوى
Artinya: (yaitu)
Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas 'Arsy.
Dalam hal ini,
Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mazhab:
a.
Mazhab Salaf, yaitu
orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih itu dan
menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari
pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya
sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui
hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan urusan mengetahui
hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab
Mufawwidah atau Tafwid. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia
berkata:
الاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ
وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالسُّؤَالُ عَنْـهُ بِدْعَةٌ وَ اَظُـنُّـكَ رَجُلَ
السُّوْءَ اَخْرِجُوْهُ
عَنِّيْ.
Artinya: Istiwa`
itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah
(mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini
dari majlis saya.
Maksudnya, makna
lahir dari kata istiwa jelas diketahui oleh setiap orang. akan tetapi,
pengertian yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. sebab,
pengertian yang demikian membawa kepada asyabih (penyerupaan Tuhan dengan
sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena itu, bagaimana cara istiwa’ di sini
Allah tidak di ketahui. selanjutnya, mempertanyakannya untuk mengetahui maksud
yang sebenarnya menurut syari’at dipandang bid’ah (mengada-ada).
Kesahihan mazhab
ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu Abbas.
وَمَا يَعْلَمُ
تَأْوِيْلَـهُ اِلاَّ الله ُ وَيُقُوْلُ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ امَـنَّا
بِه
Artinya: Dan
tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam ilmunya, ”kami
mempercayai”.
b.
Mazhab Khalaf, yaitu ulama
yang menkwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan
zat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Mazhab Takwil. Mereka
memaknai istiwa` dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah
terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan. Kedatangan Allah diartikan dengan
kedatangan perintahnya, Allah berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha
Tinggi, bukan berada di suatu tempat, “sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah”
dengan zat “mata” dengan pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan, dan “diri”
dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yang ditempuh
oleh ulama Khalaf.
Alasan mereka
berani menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, menurut mereka, suatu hal yang harus
dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan
kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama
mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan
untuk melakukannya.
Kelompok ini,
selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga mengemukakan dalil naqli
berupa atsar sahabat, salah satunya adalah hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang
berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي
قَوْلِهِ :(وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ اِلاَّ اللهُ وَ الرَّاسِخُوْنَ فِى
الْعِلْمِ) قَالَ: اَنَـا مِمَّنْ
يَعْلَمُوْنَ تَـأْوِيْـلَهُ.(رواه ابن المنذر)
Artinya: “Dari
Ibnu Abbas tentang firman Allah: Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah
dan orang-orang yang mendalam ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas: “saya adalah di antara orang
yang mengetahui takwilnya.” (HR. Ibnu al-Mundzir)
Disamping dua
mazhab di atas, ternyata menurut aم-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq al-Id mengemukakan
pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat
bahwa jika takwil itu jauh maka kita tawaqquf (tidak memutuskan). Kita
menyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari
semua yang tidak laik bagi-Nya.
Sejalan dengan
ini, para ulama menyebutkan bahwa mazhab salaf dikatakan lebih aman karena
tidak dikhawatirkan jatuh ke dalam penafsiran dan penakwilan yang menurut Tuhan
salah. Mazhab khalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan
pendapatnya dengan argumen aqli.
4.
Hikmah Adanya Ayat
Muhkamat Dan Mutasyabihat
Dalam pembahasan
ini perlu dijelaskan hikmah ayat-ayat muhkam lebih dahulu sebelum menerangkan hikmah ayat-ayat
mutasyabihat.[12]
Hikmah Ayat-Ayat
Muhkamat
a.
Menjadi rahmat bagi
manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya
ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan
faedahnya bagi mereka.
b.
Memudahkan bagi manusia
mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati
makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c.
Mendorong umat untuk giat
memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal
ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk
diamalkan.
d.
Menghilangkan kesulitan dan
kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan
sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu
penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
Hikmah Ayat-Ayat
Mutasyabihat
a)
Memperlihatkan kelemahan
akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih
sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal
yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang
yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan
tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi
penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya
untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
b)
Teguran bagi orang-orang
yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma
yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang
mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi
orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa
nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata
rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan
mengharapkan ilmu ladunni.
c)
Membuktikan kelemahan dan
kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada
kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan
Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
d)
Memperlihatkan kemukjizatan
Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari
sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu
ciptaan Allah SWT.
e)
Mendorong kegiatan mempelajari
disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.
C. Penutup
Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah,
sedang mutasyabih mengandung banyak wajah. Dengan adanya ayat-ayat
muhkam dan ayat-ayat mutasyabih, mengajak manusia berpikir dan merenungkan
betapa Mahabesarnya Allah SWT. Dengan ayat-ayat Al-Qur’an, manusia diajak untuk
berpikir dan merenungkan apa yang dimaksud Allah yang tersirat dan termaktub di
dalam Al-Qur’an. Maka adanya ayat-ayat
muhkamat, dapat memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga
memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan
pelaksanaan ajaran-ajarannya. Serta mendorong umat untuk giat memahami,
menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya
telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan. Begitu
juga dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat, membuktikan kelemahan dan kebodohan
manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada
kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan
betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui
segala sesuatu.
D. Daftar Pustaka
Badruddin Muhammad ibn Abdullah Al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur`an, juz. 2, Kairo: Dar
al-Turas.
Muhammad Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum
al-Qur’an, juz 2, Beirut: Dar
al-Kitab al-‘Arabi, 1995
Ali ibn Muhammad al-Sayyid al-Syarif al-Jarjani, Mu’jam
al-Ta’rifat, Kairo:
Dar al-Fadhilah.
Ali Ibn Ahmad Ibn Said Ibn Hazm al-Andalusi, al-Ihkam fi
Ushul al-Ahkam, juz 1, Bairut: Dār al-Afāq al-Jadīdah.
Khalid Abdurrahman al-‘Ak, Ushul al-Tafsir wa Qawa’iduh,
Beirut: Dar al-Nafais, 1986
Ibnu Manzhur,
Lisan al-Arab, juz. 13, Kairo: Dar
al-Ma’arif.
Manna’
Al-Qathan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, Cetakan
ke-12, Kairo: Maktabah Wahbah, 2002.
Ahmad Von
denffer. Al-Qur’an, Pengetahuan Dasar, Jakarta: Rajawali Press.
Abdul Jalal, Ulumul Quran, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008
Zainal Abidin S, Seluk
Beluk Al-Qur’an, Jakarta:
Penerbit Renika
Cipta, 1992.
[1] Badruddin Muhammad ibn Abdullah Al-Zarkasyi, al-Burhan fi
‘Ulum al-Qur`an,
juz. 2, (Kairo: Dar al-Turas, tt), hal. 68.
[2] Manna’ Al-Qathan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, Cetakan
ke-12, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2002), hal. 207.
[3] Az-Zarqani,
Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, juz 2, (Beirut:
Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1995), hal. 196.
[4] Ali ibn Muhammad al-Sayyid al-Syarif
al-Jarjani, Mu’jam al-Ta’rifat, (Kairo: Dar al-Fadhilah, tt), hal. 81.
[5] Ali Ibn Ahmad Ibn Said Ibn Hazm
al-Andalusi, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, juz 1, (Bairut: Dār al-Afāq
al-Jadīdah, tt), hal. 62.
[6] Khalid Abdurrahman al-‘Ak, Ushul
al-Tafsir wa
Qawa’iduh, (Beirut: Dar
al-Nafais, 1986), hal.
291.
1xbet korean - LegalBet | LegalBet
BalasHapus1xbet korean - Best 샌즈카지노 soccer betting site with real money in one easy 1xbet korean to use website ⭐️ Read detailed and 인카지노 trusted reviews.